Makalah ISBD Tentang Cinta Kasih
D-viralz.com | Bagi yang sedang memasuki jenjang perkuliahan, pasti akan belajar mata kuliah ilmu sosial budaya dasar. Karena ia tergolong mata kuliah dasar umum (mkdu) yang harus diambil oleh mahasiswa di semester pertama. Di sini saya akan berbagi contoh makalah ISBD (ilmu sosial budaya dasar) tentang cinta kasih dalam pandangan islam. makalah ini merupakan karya saya sendiri dulu waktu masih semester satu.
Cinta Kasih Dalam Pandangan Islam
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Allah
ta’ala menciptakan berbagai makhluk hidup di muka bumi ini, dan diantara
makhluk hidup tersebut adalah manusia. Allah menciptakan manusia dibumi sebagai
khalifah, pemakmur, penguasa yang melangsungkan kehidupan diatasnya. Sebagaimana
firman Allah ta’ala di surat albaqarah:
"وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي
الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ
الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ
مَا لَا تَعْلَمُونَ"[1]
“Dan (ingatlah) ketika tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, “aku hendak menjadikan khalifah di bumi”.mereka berkata:
“apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah
disana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia
berfirman, “sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui(Qs.al
baqarah:30)”.
Sebagai khalifah, Allah ta’ala
menganugerahkan berbagai kelengkapan didiri manusia. Salah satunya adalah
perasaan, baik itu rasa marah, rasa suka atau cinta,
rasa iba, dan lain sebagainya. Berkenaan mengenai rasa suka atau cinta ini, banyak orang yang salah
mengartikannya. Sebagai contoh adalah seorang bapak tidak mau menegur anaknya
yang berbuat salah dengan alasan rasa cinta, seorang muda mudi bergaul tanpa
batas yang mengakibatkan kehamilan dengan alasan rasa cinta atau saling
mencintai, dan masih banyak sekali diluar sana mengenai contoh-contoh yang
salah dalam penerapan rasa cinta tersebut. Maka di makalah ini pemakalah akan
membahas mengenai cinta dan apa-apa yang berkaitan dengannya.
1.2 Rumusan
masalah
1.
Apa
pengertian cinta kasih?
2.
Bagaimana pandangan islam tentang cinta?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN CINTA KASIH
Menurut kamus bahasa Indonesia cinta adalah
“suka sekali; sayang benar; kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan
perempuan); ingin sekali; berharap sekali[2]. Sedangkan
kata kasih artinya perasaan sayang (cinta, suka kpd)[3]. Dengan demikian arti cinta dan kasih hampir
bersamaan, sehingga kata kasih memperkuat rasa cinta. Karena itu cinta kasih
dapat diartikan sebagai perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan menaruh belas kasihan.
Menurut jalaludin rumi, cinta adalah
sumber segala sesuatu. Dunia dan kehidupan muncul karena kekuatan yang bernama
cinta. Cinta adalah inti dari segala bentuk kehidupan di dunia[4].Menurut
ibnul qayyim al-jauziah, cinta adalah luapan hati dan gejolaknya saat dirundung
keinginan untuk bertemu dengan sang kekasih[5].
Menurut hamka, cinta adalah perasaan yang mesti ada pada setiap manusia. Ia
laksana setetes embun yang turun dari langit, bersih dan suci. Cuma tanahnyalah
yang berlainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus, tumbuhlah oleh
karena embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, dan perkara tercela lainnya.
Tetapi jika ia jatuh ke tanah yang subur, disana akan tumbuh kesucian hati,
keikhlasan, setia, budi pekerti yang tinggi, dan lain-lain yang terpuji[6].
Walaupun cinta kasih mengandung arti
hampir bersamaan, namun terdapat perbedaan juga antara keduanya. Cinta lebih
mengandung pengertian mendalamnya rasa, sedangkan kasih lebih keluarnya, dengan
kata lain bersumber dari cinta yang mendalam itulah kasih dapat diwujudkan
secara nyata. Cinta memegang peranan yang penting dalam
kehidupan manusia, sebab cinta merupakan landasan dalam kehidupan perkawinan,
pembentukan keluarga dan pemeliharaan anak, hubungan yang erat dimasyarakat dan
hubungan manusiawi yang akrab. Demikian
pula cinta adalah pengikat yang kokoh antara manusia dengan Tuhannya sehingga
manusia menyembah Tuhan dengan ikhlas, mengikuti perintah-Nya, dan berpegang
teguh pada syariat-Nya.
Dalam bukunya seni mencinta, Erich
Fromm menyebutkan, bahwa cinta itu terutama memberi, bukan menerima. Dan
memberi merupakan ungkapan yang paling tinggi dari kemampuan. Yang paling
penting dalam memberi ialah hal-hal yang sifatnya manusiawi, bukan materi.
Cinta selalu menyatakan unsur-unsur dasar tertentu, yaitu pengasuhan, tanggung
jawab, perhatian dan pengenalan. Pada pengasuhan contoh yang paling menonjol
adalah cinta seorang ibu pada anaknya, bagaimana seorang ibu dengan rasa cinta
kasihnya mangasuh anaknya dengan sepenuh hati. Sedang dengan tanggung jawab
dalam arti benar adalah sesuatu tindakan yang sama sekali suka rela yang dalam
kasus hubungan ibu dan anak bayinya menunjukkan penyelenggaraan atas hubungan
fisik. Unsur yang ketiga adalah perhatian yang berarti memperhatikan bahwa
pribadi lain itu hendaknya berkembang dan membuka diri sebagaimana adanya. Yang
ke empat adalah pengenalan yang merupakan keinginan untuk mengetahui rahasia
manusia. Dengan ke empat unsur tersebut, yaitu pengasuhan, tanggung jawab, perhatian
dan pengenalan, suatu cinta dapat dibina secara lebih baik.[7]
2.2 PANDANGAN ISLAM TENTANG CINTA
Islam adalah agama yang sempurna,
berfungsi sebagai petunjuk atau aturan hidup bagi manusia. Sebagaimana
firman Allah ta’ala:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ[8]
“Dan telah
kami turunkan kepadamu sebuah kitab sebagai penjelas segala sesuatu, petunjuk,
rahmat dan berita gembira bagi kaum muslimin.(Qs.annahl:89)”
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ[9]
“Tidaklah ada
yang kami lewatkan dalam kitab ini sedikitpun......(Qs.al an’am:38)”
Telah diketahui bahwa berbicara
tentang islam berarti berbicara tentang al Qur’an dan sunnah(hadits
rasulullah), karena semua perkara didalam islam berpuatar diatas al Qur’an dan
sunnah. Kita bisa menilai kesempurnaan islam dengan cara menggali kandungan al
Qur’an dan sunnah. Di dalamnya
terdapat ajaran-ajaran dan aturan-aturan yang komplit bagi manusia di dalam
mengarungi kehidupannya di dunia ini. Mencakup hal-hal yang sepele, seperti
adab masuk rumah, adab masuk wc, sampai hal-hal yang besar, seperti pemerintahan,
dan lain
sebagainya. Sebagaimana
rasulullah juga bersabda:
"مَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا أَمَرَكُمُ اللهُ بِهِ إِلاَّ
وَقَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ، وَلاَ تَرَكْتُ شَيْـئًا مِمَّا نَـهَاكُمُ اللهُ
عَنْهُ إِلاَّ وَقَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ"[10]
“Tidaklah aku tinggalkan sesuatu pun dari
perintah-perintah Allah kepada kalian, melainkan telah aku perintahkan kepada
kalian. Begitu pula tidaklah aku tinggalkan sesuatu pun dari larangan-larangan
Allah kepada kalian melainkan telah aku larang kalian darinya(HR.imam asy-Syafi’i)”.
عَنْ سَلْمَانَ، قَالَ:
قِيلَ لَهُ: قَدْ عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّ
شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ قَالَ: فَقَالَ: أَجَلْ [11]
“Dari Salman Radhiyallahu anhu, beliau
berkata, “Orang-orang musyrik telah bertanya kepada kami, ‘Sesungguhnya Nabi
kalian sudah mengajarkan kalian segala sesuatu sampai (diajarkan pula adab)
buang air besar!’ Maka, Salman Radhiyallahu anhu menjawab, ‘Ya!’(HR.muslim)”.
Begitu juga masalah cinta, tentu Allah ta’ala telah menerangkan
aturan-aturan ataupun petunjuk-petunjuk mengenai hal itu. Secara garis besar
cinta bisa di bagi menjadi 2, cinta yang yang diridhai Allah ta’ala dan cinta
yang dimurkai Allah ta’ala.
1. Cinta yang diridhai Allah ta’ala
Cinta yang diridhai Allah ta’ala adalah segala cinta yang selaras dengan
ajaran agama islam ataupun yang dianjurkan oleh agama dan tidak bertentangan
dengannya. Sebagai contohnya adalah:
a. Cinta
kepada Allah
Cinta kepada
Allah Puncak cinta manusia, yang paling bening, jernih
dan spiritual ialah cintanya kepada Allah dan kerinduannya kepada-Nya. Tidak
hanya dalam shalat, pujian, dan doanya saja. tetapi
juga dalam semua tindakan dan tingkah lakunya. Semua tingkah laku dan
tindakannya ditujukan kepada Allah, mengharapkan penerimaan dan ridha-Nya.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ[12]
“Katakanlah:
“Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah maha pengampun lagi maha penyayang.(Qs.Ali
Imran:31)”
Didalam ayat tersebut, Allah ta’ala mengikat kecintaan kepada-Nya dengan
kecintaan kepada rasul-Nya muhammad sallallahu alaihi wasallam, yang mana
dengan pengikatan tersebut Allah ta’ala memuliakan nabi muhammad sallallahu
alaihi wasallam. Begitu juga Cinta yang ikhlas seorang manusia kepada Allah
akan membuat cinta itu menjadi kekuatan pendorong yang mengarahkannya dalam
kehidupannya dan menundukkan semua bentuk kecintaan lainnya. Cinta ini pun juga akan membuatnya menjadi seorang yang cinta pada
sesama manusia, hewan, semua mahluk Allah dan seluruh alam semesta.
b.
Cinta kepada Rasul
Cinta kepada
rasul, yang diutus Allah sebagai rahmat
bagi seluruh alam semesta, menduduki peringkat ke dua setelah cinta kepada
Allah. Ini karena Rasul merupakan ideal sempurna bagi
manusia baik dalam tingkah laku, moral, maupun berbagai sifat luhur lainnya.
Seorang mukmin yang benar-benar beriman dengan sepenuh hati akan mencintai
Rasulullah yang telah menanggung derita dakwah Islam, berjuang dengan penuh
segala kesulitan sehingga Islam tersebar di seluruh penjuru dunia, dan membawa
kemanusiaan dari kekelaman kesesatan menuju cahaya petunjuk. Dan tidak akan
sempurna keimanannya sampai ia benar-benar mencintainya, Sebagaimana rasulullah
bersabda:
فوالذي
نفسي بيده، لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده [13]
“Salah seorang diantara kalian tidak akan beriman
sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya, bahkan seluruh manusia(HR.bukhari)”.
Begitu juga Allah ta’ala berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ
وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا
وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ
مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ
اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ[14]
“Katakanlah: jika bapak-bapak,
anak-anak,saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu kawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-Nya, dan dari
berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik(Qs.at-taubah:24).”
c.
Cinta kepada sesama muslim
Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla telah mensyari’atkan bagi kaum Mukminin untuk saling mencintai. Oleh
karena itu, seorang Mukmin harus mencintai saudaranya sesama Mukmin dengan
tulus dari dalam hatinya. Karena hati-hati mereka sama-sama mencintai Allâh, mencintai
Rasul-Nya, dan tunduk pasrah kepada-Nya dengan mengikuti agama Islam. Allâh
Azza wa Jalla berfirman :
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ[15]
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka (adalah) menjadi wali (penolong) bagi sebagian yang
lain.(Qs.at-Taubah:71)”
Karena seorang Mukmin mencintai saudaranya sesama Mukmin, maka dia
akan menolongnya dan membela kehormatannya. Dia tidak rela saudaranya dihinakan
atau direndahkan. Jika saudaranya dihinakan, dia akan tampil membelanya, karena
ini merupakan konsekwensi kecintaan.
Seorang Mukmin tidak akan menuduh Mukmin lainnya dengan tuduhan
palsu, apalagi tuduhan itu dengan sebab kekeliruan saudaranya. Karena kecintaan
itu akan mendorongnya untuk memberikan nasehat kepada saudaranya, dia ingin
saudaranya mendapatkan kebaikan sebagaimana dia menginginkan kebaikan itu untuk
dirinya. Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ[16]
“Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai
(kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri(HR.
Bukhâri)”.
Semua orang itu sering atau pernah melakukan kesalahan. Disebutkan
dalam sebuah hadits :
عَنْ
أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ ابْنِ
آدَمَ خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ[17]
“Dari Anas Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Semua anak cucu Adam sering berbuat salah dan sebaik-baik
orang yang banyak berbuat salah adalah mereka yang banyak bertaubat.(HR.Tirmidzi:).
Jika seorang Mukmin terjatuh dalam kesalahan, maka sepantasnya
Mukmin lainnya berusaha memberinya nasehat, karena sesungguhnya hati manusia
itu suka dan mudah menerima nasehat yang tulus dari hati. Tidak sebaliknya,
membeberkan kesalahan tersebut di kalangan umum atau menumpahkan kekesalan. Di
saat itulah keimanan yang ada di kalangan kaum Mukmin menjadi pengikat yang
kuat, mereka akan saling melindungi dan menolong.
Sebagian orang yang lemah imannya, jika mendengar saudaranya
terjatuh dalam kebatilan atau kesalahan, mereka menyebarkannya dan menyangka
itu merupakan bentuk nasehat (ketulusan; pembelaan). Padahal, sejatinya itu
bertentangan dengan konsekwensi keimanan dan konsekwensi kecintaan sesama kaum
Mukminin. Ini jika yang mereka sebutkan itu benar. Lalu bagaimana jika yang dia
sebutkan itu tidak benar? Bagaimana jika yang dia sebutkan itu dusta lalu
disebarkan oleh banyak orang tanpa memperdulikan kehormatan saudara-saudara
mereka sesama Mukmin ?! Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَالَّذِينَ
يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ
احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا[18]
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang Mukmin dan Mukminat
tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan
dan dosa yang nyata.(al-Ahzâb:58)”.
Dalam ayat yang mulia ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan
bahwa orang-orang yang menyakiti kaum Mukminin dan Mukminat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata. Termasuk dalam hal ini adalah menuduh dan menyebarkan berita dusta.
Karena mereka hanya mendengar berita buruk, lalu disebar dan diulang-ulang. Mereka
tidak memiliki bukti kongkrit. Oleh karena itu, mereka memikul dosa yang nyata,
perbuatan maksiat yang nyata. Pelakunya tidak mendapatkan pahala, bahkan dia
memikul dosa dan keburukan di dunia dan akhirat.
2.
Cinta
yang dimurkai Allah ta’ala
Setelah
kita berbicara mengenai cinta yang diridhai Allah ta’ala, maka selanjutnya kita
akan membicarakan mengenai cinta yang dimurkai Allah ta’ala. Cinta yang
dimurkai Allah ta’ala adalah segala cinta yang bertolak belakang dengan
perintah Allah ta’ala. Tidak ada batasan dalam masalah ini, bisa menyangkut apa
saja yang intinya adalah bertolak belakang dengan perintah Allah ta’ala.
Sebagai contohnya adalah:
a.
Cinta
terhadap harta yang berlebihan
Mencintai harta itu merupakan tabi’at manusia, sebagaimana Allâh
Azza wa Jalla jelaskan dalam firman-Nya:
وَالْعَادِيَاتِ
ضَبْحًا ﴿١﴾ فَالْمُورِيَاتِ قَدْحًا ﴿٢﴾ فَالْمُغِيرَاتِ صُبْحًا ﴿٣﴾ فَأَثَرْنَ
بِهِ نَقْعًا ﴿٤﴾ فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا ﴿٥﴾ إِنَّ الْإِنْسَانَ لِرَبِّهِ
لَكَنُودٌ ﴿٦﴾ وَإِنَّهُ عَلَىٰ ذَٰلِكَ لَشَهِيدٌ ﴿٧﴾ وَإِنَّهُ لِحُبِّ
الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ[19]
“Demi kuda perang yang berlari kencang dengan terengah-engah, Dan
kuda yang mencetuskan api dengan pukulan (kuku kakinya), Dan kuda yang
menyerang dengan tiba-tiba di waktu pagi, Maka ia menerbangkan debu, Dan
menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh, Sesungguhnya manusia itu sangat
ingkar, tidak berterima kasih kepada Rabbnya, Dan sesungguhnya manusia itu
menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena
cintanya kepada harta.(Al-‘Adiyaat:1-8)”.
Juga berdasarkan firman Allâh Azza wa Jalla :
وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا[20]
“Dan
kalian mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.(Al-Fajr:20)”
Sesungguhnya kecintaan seseorang terhadap harta tidak berpengaruh
terhadap akidahnya juga tidak berpengaruh terhadap agamanya, selama kecintaan
itu tidak menyebabkan dia lalai dari kewajiban atau hal-hal yang disunatkan.
Jika kecintaannya terhadap harta menyibukkan dia dan menyebabkannya melalaikan
sesuatu yang wajib atasnya, maka kesibukannya terhadap harta kala itu menjadi
haram. Jika kesibukan terhadap harta menyibukkannya dari sesuatu yang bersifat
mustahab (sunnah), maka hendaklah kita menyadari bahwa menyibukkan diri dengan
sesuatu yang mustahab lebih utama daripada menyibukkan diri terhadap harta. Dan
(harus diingat pula) bahwa pengelolaan seseorang terhadap harta (yang dia
miliki) harus sesuai dengan syari’at Islam. Dia tidak boleh melakukan mu’amalah
(transaksi) apapun juga yang mengandung unsur kezhaliman, riba atau penipuan.
Dia tidak boleh mengaku-ngaku sesuatu yang bukan haknya dan juga tidak boleh
mengingkari apa yang menjadi kewajibannya.
Namun jika kecintaan seseorang terhadap harta itu dengan tujuan
mengembangkan harta itu agar bisa melakukan amal shalih, maka kecintaannya itu
menjadi baik, karena sesungguhnya harta itu menjadi baik ketika berada pada
tangan orang yang shalih. Betapa banyak orang yang Allâh Azza wa Jalla
anugerahi kekayaan kepada mereka lalu harta mereka itu menjadi sesuatu yang
bermanfaat dalam berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla , penyebaran ilmu,
menolong orang yang sedang membutuhkan bantuan dan dalam berbagai perbuatan
baik lainnya.
b.
Cintanya
2 orang muda mudi yang tidak dibingkai dalam ikatan yang sah
Hidup dijaman sekarang ini, tidak asing bagi kita melihat muda mudi
berboncengan kesana kemari, menampakkan kemesraan didepan umum, dan lain
sebagainya, yang mana orang-orang menyebutnya “pacaran”. Ini merupakan budaya
orang non muslim yang di impor ke negara ini dan diajarkan ke remaja-remaja
kaum muslimin melalui berbagai media seperti televisi, dan lain sebagainya.
Sehingga hal itu menjadi budaya dan dianggap oleh masyarakat luas sebagai
sesuatu yang lumrah.
Padahal apabila kita menilai hal itu dengan kacamata islam, maka
perbuatan itu merupakan larangan didalam agama. Sebagaimana Allah ta’ala
berfirman:
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ
كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا[21]
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan
zina, karena itu adal perbuatan keji dan seburuk buruknya jalan.(Qs.al isra’:32)”
Sebagian orang
beralasan bahwa ia berpacaran agar bisa saling mengenal sebelum melangkah ke
jenjang yang lebih tinggi, yaitu pernikahan. Akan tetapi faktanya menunjukkan
hal yang berkebalikan. Banyak kasus hamil di luar pernikahan, banyaknya praktek
aborsi, banyaknya kasus pembuangan bayi yang tidak berdosa, yang ditengarai
disebabkan hubungan cinta kasih antar lawan jenis diluar pernikahan.
Dan agama islam
sendiri sudah memberi solusi kepada para calon pengantin untuk saling
berkenalan, yaitu dengan cara ta’aruf. Yang mana hal itu lebih menyelamatkan
kedua belah pihak dari hal-hal yang dikhawatirkan.
Itulah bentuk-bentuk cinta.
Sesungguhnya pembahasan diatas merupakan contoh kecil dari cinta yang cintai
Allah ta’ala ataupun yang dimurkai Allah ta’ala. Masih banyak contoh-contoh
lain yang tidak bisa ditulis semuanya disini. Kuncinya adalah kita harus
mengetahui bahwa “cinta” merupakah bentuk ibadah kepada Allah ta’ala. Dan kita
dilarang mencintai segala sesuatu kecuali didasari kecintaan kepada Allah ta’ala.
BAB III
PENUTUPAN
3.1
kesimpulan
Dari
pemaparan diatas, kita bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut:
a.
cinta
kasih adalah perasaan suka (sayang) kepada seseorang yang disertai dengan
menaruh belas kasihan.
b.
Cinta
terbagi menjadi 2, yaitu cinta yang diridhai Allah ta’ala, dan cinta yang
dimurkai Allah ta’ala.
DAFTAR PUSTAKA
·
Al
Qur’an
·
Muhammad
bin idris asy syafi’i, ar-risalah, mesir: maktabah
al-halabi, 1940 m.
·
Muslim
bin hajjaj al qushairi, shahih muslim, beirut:dar
ihya’ at-turats al arobi.
·
Muhammad
bin ismail al bukhari, sahih bukhari, dar
thouq an-najah, 1422 H.
·
Muhammad
bin isa at-tirmidzi, sunan at-tirmidzi, mesir:maktabah
musthafa al-babi al-halabi, 1975
m.
·
Kbbi
·
Widyo nugroho achmad muchji, ilmu budaya
dasar, jakarta:gunadarma.
·
http://pengertianahli.id/2014/09/pengertian-cinta-menurut-para-ahli.html#
[1] Al Qur’an,
2:30
[2] Kbbi, 288.
[3] Ibid, 646.
[4] http://pengertianahli.id/2014/09/pengertian-cinta-menurut-para-ahli.html#
[5] ibid
[6] ibid
[7] Widyo nugroho
achmad muchji, ilmu budaya dasar( jakarta: gunadarma), 56
[8] Al Qu’an, 16:89
[9] Al Qur’an, 6:38
[10] Muhammad bin
idris asy syafi’i, ar-risalah(mesir: maktabah al-halabi,1940 m),1/85
[11] Muslim bin hajjaj al qushairi, shahih
muslim(beirut:dar ihya’ atturats al arobi,t.th),1/233
[12] Al Qur’an, 3:31
[13] Muhammad bin
ismail al bukhari, sahih bukhari(t.t,dat thouq an-najah, 1422 H),1/12
[14] Al Qur’an, 9:24
[15] Al Qur’an, 9:71
[16] Muhammad bin ismail al bukhari, sahih bukhari(t.t,dat thouq
an-najah, 1422 H),1/12
[17] Muhammad
bin isa at-tirmidzi, sunan at-tirmidzi(mesir:maktabah musthafa al-babi
al-halabi,1975 m), 4/659
[18] Al Qur’an, 33:58
[19] Al Qur’an, 100:1-8
[20] Ibid, 89:20
[21] Al Qur’an,
17:32
Itulah contoh makalah isbd (ilmu sosial budaya dasar) tentang cinta kasih. Semoga bermanfaat, terutama bagi yang sedang menyusun makalah serupa, semoga bisa menjadi perbandingan maupun percontohan. Selamat belajar
Posting Komentar untuk "Makalah ISBD Tentang Cinta Kasih"